(Oleh Neilah Muazaroh)
Sungguh ironi jika masih ada yang beranggapan bahwa belajar matematika berarti belajar berhitung, berlogika dan menghafal sederet rumus. Memang hal-hal tersebut tidak bisa lepas dari yang namanya matematika karena ketiganya merupakan kerangka atau jasad dari metamatika itu sendiri. Namun yang disayangkan adalah, jika kita hanya mengenalnya dari kerangka atau jasadnya saja tanpa mengetahui bahwa sebenarnya ia juga mempunyai “ruh” atau “jiwa” yang membuatnya hidup, maka sama halnya kita hanya mengenal matematika seperti benda mati, atau mungkin mayat hidup.
Jika sudah demikian, maka tidak heran lagi apabila dalam pandangan kita atau sebagian besar masyarakat kita menilai bahwa matematika itu menyeramkan, menjenuhkan, dan membosankan. Bahkan menurut sebagian masyarakat yang lebih “ekstrim” beranggapan bahwa belajar matematika adalah hal yang sia-sia apabila dihubungkan dengan makna Firman Allah Q.S. An-Nahl ayat 18 berikut:
“Dan jika kamu menghitung-hitung ni’mat Allah niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Bagaimana mungkin kita mampu menghitung berapa banyak oksigen yang sudah kita hirup setiap detiknya? Bagaimana mungkin kita bisa menghitung berapa banyak air yang sudah kita teguk setiap harinya? Jika tidak mungkin, mengapa kita harus mempelajari perhitungan?
Sejatinya kita sebagai manusia memang tidak mampu menghitung ni’mat yang telah Allah Yang Maha Rohman dan Rohim berikan kepada kita. Namun dari ketidakmampuan tersebut semakin menunjukkan sifat penghambaan kita pada-Nya. Dan bukan berarti belajar menghitung merupakan hal yang tidak diperkenankan oleh-Nya. Justru dari ayat tersebut lahirlah sebuah perintah agar kita sebagai manusia belajar menghitung. Tidak untuk menghitung ni’mat-Nya, tapi menikmati proses belajar menghitung (matematika) itu sendiri untuk lebih mengenal-Nya. Lantas, bagaimana caranya agar kita bisa menikmati belajar matematika?
Dalam belajar matematika biasanya kita menjumpai beberapa permasalahan yang harus diselesaikan atau dijawab dengan benar yang membutuhkan ketelitian. Terkadang pula kita harus memeras otak berulangkali agar mampu menjawabnya. Bahkan saat ujian, kita dituntut untuk menyelesaikannya dalam waktu yang sangat terbatas. Bagi kita yang menjalani proses-proses tersebut sebagai suatu tuntutan, atau sekedar mencari nilai, maka kita belum bisa merasakan manisnya matematika. Tidak banyak yang menyadari bahwa dalam proses belajar matematika tersebut sebenarnya tersimpan “ruh” atau “jiwa” yang apabila kita mampu mengenali dan menyadarinya maka kita akan dapat menikmati belajar matematika dan insyaaAllaah menjadikan kita sebagai pribadi yang berkarakter. Minimal ada empat hal dasar yang menjiwai matematika dan jika kita melatihnya sebenarnya kita telah berlatih untuk berinteraksi dengan jiwa kita, antara lain:
Pertama, ketelitian (accurance). Salah satu hal yang dibutuhkan dalam memecahkan soal atau menjawab pertanyaan matematika adalah ketelitian untuk menyelesaikannya. Makna ketelitian atau akurasi ini sebenarnya merupakan latihan mental, agar kita dapat fokus dalam mencapai suatu tujuan, dan mempunyai kepercayadirian yang kuat. Di samping itu, ketelitian dalam berhitung sejatinya tersimpan makna agar kita senantiasa khusyu’ dalam beribadah.
Di samping ketelitian, kita juga menggunakan analisis. Dalam menjawab soal matematika dengan benar biasanya diperlukan juga analisis yang tajam dan kuat. Pada dasarnya hal tersebut mengandung makna bahwa dalam menyelesaikan suatu permasalahan di tengah masyarakat, kita harus menganalisisnya terlebih dahulu dengan bijak. Dan diharapkan pula kita bisa memberikan gagasan atau solusi pemecahan masalah yang tepat dari berbagai problematika dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga adalah daya tahan (endurance). Dalam menghadapi soal yang rumit dan membingungkan, seringkali kita jumpai tidak sedikit yang mengeluh atau bahkan kita sendiri mengeluh dan hampir menyerah untuk menyelesaikannya. Sebenarnya di saat yang demikian itu merupakan latihan kesabaran dan ketekunan bagi kita, dan daya ketahanan kita tengah diuji.
Yang terakhir adalah speed atau kecepatan berhitung. Speed juga sangat dibutuhkan dalam mengerjakan soal matematika, terlebih lagi saat ujian. Semakin kita bisa berhitung dengan cepat, semakin pandai pula kita bisa memanfaatkan waktu. Dan jika management waktu tersebut dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari maka insyaaAllah kita termasuk hamba-Nya yang dikaruniai umur yang barokah. Semoga bermanfaat. Aamiiin Yaa Robbal’alamiiin. Wallahu a’lam bis showaab.